BADUNG, HR – Sebagai bentuk komitmen Pemerintah dalam mewujudkan kemudahan berusaha (Ease of Doing Business/ EoDB), pada tahun 2018 Bapak Presiden Joko Widodo telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik yang berhasil memangkas izin usaha dari 537 izin menjadi 237 izin melalui sistem Online Single Submission (OSS).
Untuk mendukung hal tersebut, Kementerian Hukum dan Hal Asasi Manusia RI menyelenggarakan Diskusi Interaktif Arah Kebijakan Pemerintah Memajukan Usaha Mikro dan Kecil Melalui Perseroan Perorangan di Hotel Conrad, Nusa Dua, Kuta Selatan, Kab. Badung (11/12/2020).
Dalam kegiatan tersebut, Menteri Hukum dan Hal Asasi Manusia RI, Yasonna H Laoly menjelaskan secara lebih rinci upaya-upaya pemerintah dalam mewujudkan iklim usaha yang lebih bergairah. Yakni melalui penerbitan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 14 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 4 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar serta Penyampaian Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar dan Perubahan Data Perseroan Terbatas.
“Regulasi tersebut menyederhanakan proses pendirian perseroan terbatas dari semula memisahkan pemesanan nama dan permohonan pengesahan pendirian perseroan terbatas dalam dua tahap menjadi single step yang menggabungkan keduanya,” terang Yasona.
Upaya lainnya berupa pengusulan Rancangan Undang-Undang (RUU) mengenai Jaminan Benda Bergerak masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020-2024. RUU ini akan menggabungkan penjaminan untuk benda bergerak (fidusia/gadai, resi gudang, dan hipotek) ke dalam satu peraturan sehingga Undang-Undang tentang Jaminan Benda Bergerak nantinya dapat menjadi unsur pendukung dalam kemudahan berusaha sekaligus memberikan kepastian hukum kepada para debitor dan kreditor demi terwujudnya iklim investasi yang kondusif di Indonesia.
“Selain itu, Kemenkumham sedang menyusun RUU baru yang akan menggantikan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan),” tambah Yasona, RUU tersebut diharapkan dapat mewujudkan penguatan sistem kepailitan yang adil serta mengutamakan kelangsungan usaha dengan mengedepankan perdamaian atau restrukturisasi, transparansi informasi pengurusan, pemberesan kepailitan, dan PKPU, serta profesionalisme kinerja.
Lebih lanjut, Yasona menjelaskan bahwa melalui UU Cipta Kerja maka terbentuk badan hukum baru yakni Perseroan Perorangan dengan tanggung jawab terbatas. Dengan adanya Perseroan Perorangan, maka pelaku usaha dapat membentuk perseroan terbatas yang pendirinya cukup satu orang dengan keutamaan diantaranya; Adanya pemisahan kekayaan pribadi dengan perusahaan sehingga tanggung jawab pelaku usaha juga terbatas pada kekayaan perseroan dalam bentuk pernyataan modal; Kemudahan mengakses pembiayaan dari perbankan; Pendirian cukup dengan mengisi form pernyataan pendirian (declaratoir) secara elektronik yang akan disediakan pada laman ahu.go.id tanpa akta notaris; Mengubah rezim pengesahan menjadi rezim pendaftaran; Dibebaskan dari kewajiban untuk mengumumkan dalam Tambahan Berita Negara; Bersifat one-tier (pemegang saham tunggal sekaligus merangkap sebagai direktur tanpa komisaris), dan pembayaran pajak yang lebih murah.
“Demi menuju tata kelola perusahaan yang baik dan akuntabel, Perseroan Perorangan juga akan melakukan laporan keuangan setiap tahun secara elektronik. Kemenkumham akan menyediakan format laporan keuangan perusahaan yang sangat sederhana. Dengan adanya laporan keuangan tersebut, maka Perseroan Perorangan ini akan lebih mudah mengakses layanan perbankan karena telah dianggap sebagai entitas yang memiliki business sustainability yang dapat dipantau sehingga pihak Bank akan lebih percaya untuk memberikan layanan perbankan,” tutup Yasona. gina