Tender di Satker PJPA Kalimantan II Bermasalah?

oleh -22 Dilihat
oleh
PALANGKARAYA, HR – Proses tender pada proyek Lanjutan Pembangunan DI Jamut Tahap III dengan kode lelang 17910064 di Satuan Kerja (Satker) SNVT Pelaksanaan Jaringan Pemanfaatan Air (PJPA) Kalimantan II, Balai Wilayah Sungai Kalimantan II Provinsi Kalimantan Tengah, pendanaannya bersumber APBN 2016 Kementerian PUPR, berpotensi bermasalah, yakni tidak sesuai yang dipersyaratkan dalam dokumen pengadaan.
Persyaratan yang diminta oleh Pokja ULP, yakni bahwa penetapan pemenang PT Vetia Delicipta yang beralamat di Helvetia Labuhan Deli, Deli Serdang, Sumatera Utara, tidak memiliki Kemampuan Dasar (KD) atau pengalaman sejenis untuk Sertifikat Badan Usaha (SBU) subbidang atau Kualifikasi/Klasifikasi yang diminta, yakni kode S1001-Jasa Pelaksana untuk Konstruksi Saluran Air Pelabuhan, Dam, dan Prasarana Sumber Daya Air Lainnya.
Penetapan Pemenang (PT Vetia Delicipta) dengan nilai penawaran Rp 17.545.527.000 dari nilai HPS Rp 18.840.000.000 atau 93 persen, oleh panitia mensyaratkan terang-menderang harus memiliki Kemampuan Dasar (KD) = 3NPt.
Namun hal itu tidak terpenuhi dan bahkan SBU PT Vetia Delicipta masih dalam pengurusan atau masih dicetak di detail Lembaga Pengembangan Jasa Konstruski (LPJK-NET) pada tanggal 14 Juni 2016. Sedangkan proses lelang atau pengumuman pascakualifikasi dimulai 02 Juni 2016 – 09 Juni 2016.
Timbul pertanyaan, “sebelum SBU tercetak di LPJK, apa yang dipakai oleh peserta PT Vetia Delicipta sebagai pemenang di Paket Lanjutan Pembangunan DI Jamut Tahap III?
Bahkan, sesudah cetak atau tayang SBU PT Vetia Delicipta di LPJK pada 14 Juni 2016 untuk kode S1001, juga tidak memiliki Kemampuan Dasar (KD) alias KD Nol.
Dan berdasarkan Peraturan LPJK Nasional No. 10/2013 pasal 13 (3) tentang Registrasi Usaha Jasa Pelaksana Konstruksi, menyebutkan: bahwa dalam hal ditemukan perbedaan data, antara data yang tertuang pada SBU dengan data yang tertayang pada situs LPJK Nasional (www.lpjk.net), maka dinyatakan benar adalah data yang tertayang pada situs LPJK Nasional (www.lpjk.net).
Maka, PT Vetia Delicipta yang tayang di LPJK, yang diurus oleh pemiliknya untuk Kode S1001 dengan subkualifikasi M1, belum satu kalipun memiliki pengalaman sejenis atau KD, atau disebut nilainya NOL dengan subkualifikasi M1/S1001 milik PT Vetia Delicipta.
Sedangkan nilai HPS dari paket yang dilelang yakni Rp 18.840.000.000, seharusnya adalah untuk S1001 berkualifikasi M2, dan hal itu berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.19/PRT/M/2014 tentang perubahaan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 08/PRT/M/2011 tentang Pembagian Subklasifikasi dan Subkualifikasi Usaha Jasa Konstruksi.
Diketahui bahwa pemenang lelang mengantongi subkualifikasi M1 dengan KD Nol, maka pokja ULP telah melanggar atas ketentuan Permen PUPR No. 19 dan Perpres No. 54/2010 dan perubahannya Perpres 70/2012 dan Perpres No. 4/2015 tentang pedoman pengadaan barang dan jasa di Pemerintah.
Begitu pula dengan penetapan pemenang PT Vetia Delicipta yang berdomisili di Deli Serdang, Sumatera Utara, diduga persyaratan untuk peralatan tidak memiliki peralatan di daerah Kalimantan Tengah atau sekitar lokasi proyek.
Surat Kabar Harapan Rakyat telah mempertanyakan hal-hal itu melalui surat konfirmasi dan klarifikasi No.: 43/HR/X/2016 tanggal 10 Oktober 2016 kepada Kepala Pelaksanaan Jaringan Pemanfaatan Air Kalimantan II Provinsi Kalimantan Tengah.
Satker PJPA Kalimantan II Menjawab
Kepala Satuan Kerja SNVT PJPA WS, Mentaya, Katingan, WS Barito, WS Jelai -Kendawangan Prov. Kalimantan Tengah, Muhammad Barani, ST, M.Si melalui surat jawabannya bernomor: UMO103/SNVT-PJPA-KT/5 tanggal 24 Oktober 2016, menjelaskan, bahwa PT Vetia Delicipta sebagai pemenang di paket Lanjutan Pembangunan DI Jamut Tahap III, berdasarkan evaluasi Pokja ULP mempunyai pengalaman kerja dari pihak swasta PT Budi Indah Mulia Mandiri yang mempunyai kemampuan dasar/KD = 3NPt, berdasarkan surat perjanjian nomor SP No. 28884/E12000/2013-S2 Tanggal 4 Juni 2013, yakni pekerjaan pembangunan jaringan irigasi perkebunan PT Budi Indah Mulia Mandiri dengan nilai kontrak Rp 9.809.000.000.
“SBU pada saat proses pelelangan masih dalam proses pengurusan perpanjangan sesuai Surat Keterangan Nomor: 021/DPP/GAPKAINDO/SU/VI/2016 tanggal 08 Juni 2016, dan pada saat evaluasi dan pembuktian kualifikasi SBU yang masa berlakunya aktif, telah diperlihatkan kebenaran dan keasliannya kepada Pokja ULP,” kata Muhammad Barani melalui surat jawabannya kepada HR.
Dilanjutkannya, untuk subkualifikasi M1 PT Vetia Delicipta sebagai pemenang, hal ini mengacu SE Menteri PUPR No. 11/SE/M/2016 tanggal 19 April 2016 tentang penjelasan Persyaratan Klasifikasi Bidang dan Kualifikasi Usaha dalam Peraturan Menteri PUPR No. 31/PRT/M/2015 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Kerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi, pada point E.1.b paket pekerjaan dengan nilai Rp 2,5 M – Rp 50 M dipersyaratkan SBU subklasifikasi bidang pekerjaan dan kode subklasifikasi bidang pekerjaan yang diperlukan yang memiliki subkualifikasi usaha M1 maupun subkualifikasi usaha M2.
“Juga Pokja telah mengevaluasi peralatan dan meneliti yang diajukan berdasarkan surat perjanjian sewa peralatan dan meneliti semua dokumen peralatan seperti Invoice, BPKP dan STNK kendaraan dengan melakukan klarifikasi teknis dokumen penawaran, peralatan yang diajukan untuk memenuhi persyaratan, Pokja tidak mensyaratkan penyedia jasa wajib memiliki peralatan di daerah Kalimantan Tengah atau sekitar lokasi proyek,” ujar Barani.
Keabsahan KD Diragukan
Menanggapi hal itu, Ketua Umum LSM Lapan (Lembaga Pemantau Apratur Negara), Gintar Hasugian menilai, bahwa sangat diragukan keabsahan pengalaman atau KD yang diajukan pemenang dengan penawaran Rp 17.545.527.000.
Pasalnya, kata Gintar, pengalaman kerja untuk KD yang diperoleh PT Vetia Delicipta dari PT Budi Indah Mulia Indah dengan surat perjanjian nomor SP No. 28884/E12000/2013-S2 pada tanggal 4 Juni 2013 untuk pekerjaan pembangunan jaringan irigasi perkebunan dengan nilai kontrak sebesar Rp 9.809.000.000 itu, apakah sebagai surat perjanjian (SP) dimulai kerja atau sebagai kontrak dimulai kerja, atau sudah selesai dikerjakan oleh PT Vertia Delicipta?
“Kalau mulai kerja atau sesudah kerja pun dengan SP No. 28884/E12000/2013-S2 itu dikeluarkan pada posisi tanggal 4 Juni 2013, sedangkan perusahan pemenang PT Vetia Delicipta baru berdiri atau sesuai akte berdirinya perusahaan tanggal 24 Mei 2013, maka kapan dikerjakan atau dapat proyek sebagai Kemampuan Dasar (KD), padahal akte berdiri perusahaannya saja masih saat sekitar tanggal tersebuti, dan ya, kapan kerjanya? Dan ini sangat tidak masuk akal,” tegas Gintar, sembari mempertanyakan keabsahan kontrak KD yang diajukan perusahaan pemenang untuk paket Lanjutan Pembangunan DI Jamut Tahap III.
“Seharusnya Pokja ULP atau Satker PJPA WS Kalimantan II sebelum menetapkan pemenang, harusnya evaluasi atau klarifikasi dulu pengalaman sejenis, jangan langsung main menetapkan pemenang, dan ini jelas-jelas tidak perlu ditutup-tutupi lagi, karena semua sudah transparan, termasuk detail atau tayang di LPJK Nasional. Apa yang tertayang di LPJK itu adalah benar, dan itu tidak ditutup-tutupi,” ujar Gintar, (7/11), di kompleks Kemen PUPR, Pattimura, Jakarta.
Bahkan dipertanyakan Gintar pula terkait proses persyaratan SBU. “Masa sudah lelang ada persyaratan susulan dengan alasan masih proses. Memang seperti itu dibenarkan? Jangan-jangan dokumen pemenang tidak lengkap tapi dijadikan sebagai pemenang,” ujarnya.
“Hal ini patut dicurigai adanya persekongkolan antar perusahaan pemenang dengan oknum Satker/Pokja. Ini mestinya harus jadi perhatian serius dari aparat terkait untuk layak diperiksa, dan bila perlu diusut tuntas, dan kepada Menteri PUPR agar menindak tegas oknum bawahannya yang ‘bermain’ dalam proses lelang paket Lanjutan Pembangunan DI Jamut Tahap III,” tegas Gintar. tim


(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.