Kawal Gubernur Anies dari “Cengkraman” Birokrat Dagang Pasal

JAKARTA, HR – Draft Final Pergub Rusun mulai beredar. Kontan puluhan perwakilan warga rusun berkordinasi di markas Cikajang Centre pimpinan HMAS Alex Asmasoebrata untuk mengupas tuntas.

Mengingat HMAS Alex Asmasoebrata mempunyai komitmen mengawal janji-janji kampanye Gubernur Anies.

“Ada apa Pergub memuat sejumlah pasal tentang kepengelolaan rusun. Itu melanggar amanah UU Rusun yang sudah jelas menyatakan bahwa P3SRS sebagai wali amanah para pemilik bertanggung jawab atas pengelolaan rusun dan untuk pelaksanaannya bisa membentuk atau menunjuk Badan Pengelola, karena itu adalah hak para pemilik rusun yang tidak perlu dicampuri oleh Gubernur atau Presiden sekalipun. Masak memilih PRT diatur2. Kalau gak cocok kan tinggal pecat dan ganti saja. Kalau PRT tidak terima silahkan gugat ke Pengadilan. Itu hirarki salam hukum harus jelas sehingga tidak perlu mengada-ada aturan”, umgkap Saurip Kad selaku pemilik Rusun di wilayah Cempaka Putih, Rabu (21/11/2108).

“Lagian Kementerian PUPR RI sebentar lagi mengeluarkan Permen tentang Kepengelolaan setelah kemarin terbit Permen PUPR No 23/2018 tentang P3SRS maka Pergub harus mengacu kesitu, jangan lagi ada pertentangan rujukan hukum”, tambah Aguswandi Tanjung dari ITC Roxy Mas.

Hal senada diutarakab Justianii, juga pemilik sekaligus penghuni di Grah Cempaka Mas.

“Kami dari KAPPRI dulu ditugasi langsung oleh Pak Menteri PUPR untuk mengoreksi Draft PP yang isinya banyak pesanan ‘Pengembang Hitam’. Sampai detik ini belum terbit. Rupanya pesanan disisipkan di Pergub”, beber Justiani menimpali.
Alex Asmasoebrata pun merasa diduga ada yang mengganggu komitmen Anies untuk menegakka aturan yang selama ini salah. Dan mengakui masih ada oknum birokrat jual pasal.

“Kita harus kawal Gub Anies yang punya komitmen jelas untuk kemerdekaan warga rusun dari penjajahan di negeri sendiri. Memang masih banyak birokrat– jualan pasal yang harus kita bentengi Pak Anies agar tidak kecolongan”, tegasnya.

Sejumlah pasal yang dikritisi oleh puluhan warga yang kumpul di Cikajang Centre antara lain sbb:

I. Pasal 104.
(1). Untuk menyelesaikan permasalahan pengelolaan RUMAH SUSUN yang terjadi sebelum pemberlakuan ini, Gubernur membentuk Tim Penyelesaian Permasalahan Rumah Susun DKI Jakarta.

Makna kalimat tersebut, berarti ada permasalahan pengelolaan padahal bukan itu masalahnya.

Seolah ada permasalahan antara Badan Pengelola (BP) dengan Pengurus PPPSRS. Padahal kedudukan BP berada dibawah PPPSRS (Ditunjuk atau Dibentuk oleh PPPSRS).

Artinya tidak neben. Mengapa harus timbul masalah? lalu dibikin bertele-tele. Wong tinggal diputus saja kontraknya BP tersebut langsung beres. Kalau tidak terima diputus, silahkan BP gugat ke Pengadilan Perdata.

Menurut para penghuni juga Alex sesungguhnya persoalan di lapangan adalah MASALAH KELEMBAGAAN PPPSRS, baik ketidak absahan sbg badan hukum ataupun krn konflik kepengurusan spt yg terjadi karena pegembang membikin pengurus bonrka untuk tameng kejahatannya.

Artinya Pasal 104 ini tidak relevan sama sekali, karena ini bukan masalah pengelolaan Rusun, tapi masalah kelembagaan PPPSRS.

Lagian, kalau yang terjadi permasalahan Pengelolaan, sesuai Pasal 10 UU NO.20/2011 lalu dibuat Laporan oleh PPPSRS maka denganmudah izin – ixin PT. Badan Pengelola tinggal DICABUT oleh Pemda DKI Cq Dinas PR dan KP DKI Jakarta, semua jadi beres. Gak perlu bertele-tele.

Pengalaman kami di GCM, kalimat tersebut justru menjadi SUMBER MALA PETAKA. Dimana dinas mengintervensi kepengurusan yang sah untuk menghidupan Kepengurusan Lama yang sudah dicopot dan masa berlakunya sudah habis pada tanggal 5 Peb 2015. Tapi RUTA di Hotel le Grandeur Tanggal 9 Des 2015 yang diselenggarakan oleh Pengurus lama (yang sudah dicopot dalmm RULB alias 10 bulan, setelah masa bhaktinya berakhir) malah diakui oleh Dinas terkait. Ini fakta.

Maka para penghuni menyampaikan ada Solusinya, sbb:
Kata kata ” PERMASALAHAN PENGELOLAAN Rumah Susun” diubah dengan “PERMASALAHAN KELEMBAGAAN PPPSRS”.

Disamping itu Rusmusan, Pasal 104 tersebut, sesungguhnya sudah melewati kewenangan yang dimiliki Pemda DKI, yaitu melanggar Pasal 10 UU NO.20/2011.

Untuk itu, Pasal 104 ini WAJIB dibuang saja. Karena tidak relevan Pemda ikut- ikut turun ke wilayah kekuasaan Pemilik Sarusun.

Padahal Tugas Pengawasan sebagaimana amanat Pasal 10 UU NO.20/2011 Tidak Berarti Mengambil Hak Pemilik Sarusun.

II. Ada hal prinsip, yaitu Pasal 23 angka 8. Isinya salah prinsip. Itu harus dibuang.

Pasal 24. Pada kewajiban Pengelola.
Butir 4. Isinya salah prinsip. Wajib dibuang.
Sebabnya kedua hal tersebut adalah tugas dan kewajiban Pengurus PPPSRS. Bukan tanggung jawab Pengelola.

Kalau mau dipakai harus ditambah kata-kata Membantu Pengurus PPPSRS dalam rangka……….. Artinya ke 2 hal diatas tersebut bukan yuridiksinya Badan Pengelola, tapi yuridiksi Pengurus PPPSRS.

Karena yang kelola keuangan sesuai UU20/2011 adalah PPPSRS bukan Pengelola. Adapun pegawai atau staf yang menangani boleh saja karyawan BP. Atau Pengurus PPPSRS angkat sendiri staf tidak harus staf BP. ima

[rss_custom_reader]

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *