NATUNA, HR – Urat di sekitar dahi Rudi tampak keluar, otot ototnya pun mulai mengeras, diikuti gerakan tangan yang semakin cepat, memutar engkol mesin pompong.
Suasana hening, menjadi bising setelah suara pompong yang mirip mesin diesel PLN itu, hidup dan mengeluarkan asap hitam, menggema di pepohonan bakau.
“Biasa bang mesin dah tua banyak penyakitnya, ni mau testaja,” ucap Rudi. sambil tertawa diikuti rekannya, saat ditemui HR, Sabtu (20/10) pagi, di Kampung Sebala, Desa Batu Gajah, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau.
Pompong adalah perahu motor, biasa disebut demikian oleh masyarakat Natuna.
Diatas pompong Rudi, terlihat beberapa tumpukan bubu alias alat tangkap, berupa jaring yang sudah dimodifikasi berbentuk persegi panjang, dan biasa digunakan untuk perangkap kepiting rajungan.
Bubu miliknya terbilang cukup banyak, berjumlah ratusan, beberapa terlihat baru, namun, lebih banyak yang sudah berkarat.
“Biasa paling lama bubu bertahan 5 sampai 7 bulan bang, kadang lebih kalau kita paksakan, yang penting besinya masih bagus, kalau jaring bisa ditambal,” terang Rudi.
Bubu tersebut didapatkannya dari pengusaha pengupasan daging rajungan, di kampung Sebala. Begitu pula rata-rata nelayan rajungan lainnya disana.
Bagi nelayan sepertinya, membeli bubu sendiri, sama seperti rela tak makan 30 hari. 1 pacs berisi 30 buah bubu, harganya Rp 1, 6 juta.
“Wajarnya, untuk sekarang ini kita harus punya 3 sampai 4 pacs bubu. Kalau modal sendiri ngga sanggup bang,” ujarnya.
Bagi yang baru mengenalnya, Rudi terlihat sebagai sosok periang, jika bercerita selalu diselingi candaan dan tawa, hingga gigi ompongnya terlihat dan membuat tertawa lawan bicara.
Tak ayal kawan-kawanya sering menggoda Rudi, dengan panggilan ikan jebung, yakni ikan yang giginya hanya ada 2 di bagian depan saja.
Namun, siapa sangka, dibalik senyum dan candanya, ada keresahan yang disebabkan oleh turunnya hasil tangkapan.
Memulai cerita, wajah Rudi berubah serius, matanya terlihat sedikit berkaca kaca. Ayah satu anak ini mengaku, sudah beberapa bulan, tangkapan kepiting rajungan bisa dibilang hanya balik modal jalan.
“Tiga hari dua malam kita turun, cuma dapat 6 kilo, kita jual dapat lah duit Rp 200 ribuan. Kalau dihitung ransum dan minyak solar, dapatlah sisa Rp 100 ribu di tangan. Sampai rumah abis,” tutur Rudi, menggambarkan kegelisahannya.
Terlebih lagi, nelayan pencari rajungan di Kampung Sebala, semakin bertambah jumlahnya, tak sebanding dengan areal tangkap yang terlihat semakin sempit saja.
Tetapi, tak mengapa bagi Rudi, jika orang lain juga ingin merasakan rejeki dari si “cangkang berduri”. Karena ia percaya, rezekinya sudah disediakan oleh Tuhan.
“Mungkin karena musim duyek (gurita) juga bang, makanya ketam sedikit karena takut dimangsa. Nanti kita liat saja musim utara,” ungkap Rudi.
Pria kelahiran tahun 1982 ini, sejak usia remaja menekuni diri dalam mencari rajungan, mulai dari harga Rp. 2000 per 10 ekornya, hingga sekarang mencapai Rp. 35 ribu per kilogram.
Rudi juga merasa beruntung, ditengah kondisi paceklik tangkapan, bos penampung rajungannya, tidak pernah memberi target kepiting rajungan dalam sehari.
“Alhamdulillah ada bos disini. Bubu dari dia, kami ga perlu gantikan uang, yang penting hasil tangkapan kita kasih ke dia,” sebutnya.
Meski minim hasil tangkapan, Rudi tetap tak meninggalkan tanggung jawabnya, dirinya selalu optimis melaut, mencari rezeki agar dapur rumahnya tetap “berasap”.
Dalam doanya, ia berharap hasil tangkapan akan membaik, jika musim utara telah tiba, musim yang dipercaya akan banyak ikan besar pergi ke laut pinggir, dan kepiting rajungan berlimpah.
Namun, bukan tanpa bahaya, karena musim utara, adalah musim yang juga ditakuti nelayan, karena gelombang laut tak kenal lelah ,menghempas apapun diatasnya.
Sebenarnya, Rudi juga punya strategi lain untuk hasil tangkapan yang lebih baik.
“Saya sebenarnya mau coba pasang bubu dilaut dalam, tapi pakai bubu yang seperti bantuan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, biar lebih berat dan besar, sesuai areal tangkap,” kata Rudi menerangkan keinginannya.
Dirinya dan para nelayan rajungan di kampung Sebala pun berharap, Kementerian KP tidak hanya membantu nelayan perikanan tangkap saja.
“kita liat bubu ikan bantuan KKP tuh dibiarkan berserakan tidak terpakai, kan mubazir, lebih baik diberikan ke kami biar dijadikan bubu kepiting rajungan,” timpal kawan-kawan Rudi sesama nelayan rajungan. fian