DPRD Babel Gelar RDP Bersama Perusahaan Sawit, Sepakat Bentuk Forum CSR

DPRD Babel menggelar RDP bersama perusahaan sawit se-Bangka Belitung.
DPRD Babel menggelar RDP bersama perusahaan sawit se-Bangka Belitung.

PANGKALPINANG, HR – DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama perusahaan perkebunan sawit se-Babel.

RDP berlangsung di ruang Banmus, Senin (22/9/2025), dipimpin Ketua DPRD Babel Didit Srigusjaya. Ia didampingi Wakil Ketua I Eddy Iskandar, Wakil Ketua II Beliadi, anggota DPRD, serta perwakilan perusahaan sawit.

Bacaan Lainnya

“Alhamdulillah, dari 36 perusahaan yang kita undang, hampir 80 persen hadir,” kata Ketua DPRD Babel Didit Srigusjaya.

Menurut Didit, pembahasan tidak lagi menyinggung persoalan masa lalu, melainkan fokus pada langkah ke depan. DPRD bersama perusahaan sawit sepakat membentuk forum Corporate Social Responsibility (CSR) agar penyalurannya tepat sasaran.

“Semuanya setuju forum CSR dibentuk. Tujuannya bukan untuk mengontrol, melainkan memastikan CSR sesuai aturan. Berdasarkan Perda Nomor 7 Tahun 2012, besaran CSR mencapai 1 sampai 2 persen dari keuntungan bersih setelah pajak,” jelasnya.

Pertemuan menyepakati pembentukan forum CSR yang difokuskan pada pendidikan dan kesehatan masyarakat.
Pertemuan menyepakati pembentukan forum CSR yang difokuskan pada pendidikan dan kesehatan masyarakat.

Ia menegaskan, skala prioritas forum CSR diarahkan ke bidang pendidikan dan kesehatan. Masih banyak masyarakat Babel yang ingin kuliah tetapi terkendala biaya. Selain itu, kebutuhan kesehatan juga tinggi meski sudah ada BPJS.

“Dengan forum CSR, masyarakat bisa terbantu, terutama dalam pendidikan dan kesehatan,” tegas Didit.

DPRD Babel akan kembali mengundang perusahaan sawit untuk membahas format forum CSR. Keanggotaan forum tidak melibatkan pihak eksekutif.

“DPRD hanya bertugas mengawasi bersama Kejati dan Forkompimda. Dengan begitu, program CSR benar-benar terakomodir dan punya dasar hukum,” tambah politisi PDI Perjuangan ini.

Aturan ini juga terkait izin usaha perkebunan (IUP) yang mewajibkan perusahaan membangun kebun plasma minimal 20 persen dari total areal bagi masyarakat.

“Masih ada ketidaksinkronan antara IUP dan HGU. Namun, perusahaan dan dinas terkait sedang mencari solusi. Yang penting semua sudah beritikad baik,” tutup Didit. agus priadi

[rss_custom_reader]

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *