SANGGAU, HR – PT Agro Palindo Sakti (APS) di Kecamatan Tayan Hulu, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, terungkap sudah dua dekade mengelola kebun sawit tanpa Hak Guna Usaha (HGU). Padahal, izin tersebut merupakan syarat mutlak bagi perusahaan perkebunan.
Plt. Kabid Perkebunan Dinas Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Sanggau, A. Pitrianto, membenarkan bahwa perusahaan baru mengajukan HGU. “PT Agro Palindo Sakti sedang mengurus HGU,” ujarnya, Selasa (24/9).
Ketiadaan HGU memicu protes keras masyarakat adat. Ketua Forum Tumenggung Dewan Adat Dayak Kabupaten Sanggau, F. Luncung, menegaskan PT APS harus segera angkat kaki dari tanah ulayat. Ia menyebut lahan di Desa Sosok, Mandong, Pruan, dan Janjang selama ini dikelola Wilmar Group tanpa dasar hukum.
“Dua puluh tahun mereka kelola tanah adat tanpa HGU. Itu perampasan hak ulayat, harus dikembalikan ke masyarakat,” tegas Luncung.

Menurutnya, keberadaan Izin Usaha Perkebunan (IUP) tanpa HGU sama saja dengan menguasai tanah tanpa hak. Kondisi ini berpotensi melanggar Pasal 6 Jo. Pasal 55 UU Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.
Sanksi yang mengancam perusahaan tidak main-main, mulai dari peringatan tertulis, penghentian sementara, pencabutan izin, hingga pidana jika terbukti menyerobot tanah adat. “Konsekuensinya jelas, ada jerat administratif sampai pidana,” tambahnya.
Aturan tegas mewajibkan perusahaan mengurus HGU ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebelum menanam atau membuka kebun. Tanpa HGU, seluruh kegiatan usaha otomatis ilegal meski sudah memiliki IUP.
Luncung menegaskan BPN belum pernah menerbitkan HGU atas nama Wilmar Group. Karena itu, bila HGU baru diterbitkan sekarang, dokumen tersebut dinilai cacat hukum. “Bukti sudah jelas, tanah ini tanah adat. Kalau HGU diterbitkan sekarang, tidak sah,” ujarnya.
Hingga berita ini diterbitkan, media masih berupaya mengonfirmasi pihak PT Agro Palindo Sakti dan Wilmar Group terkait persoalan tersebut. lp







