15 Truk Kayu “Menghilang”, Pinjam Pakai atau Disogok?

oleh -1.8K views
oleh
Foto-foto hasil operasi gakkum KLH.

SORONG, HR – Pantauan wartawan Harapan Rakyat dilapangan tentang hasil operasi yang dilakukan Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup pada akhir September dan awal Oktober di wilayah hukum Kab Sorong Propinsi Papua Barat patut dipertanyakan.

Petugas Gakkum dari KLH Papua Barat beberapa waktu lalu melakukan operasi di dua waktu yang berbeda. Pantauan wartawan HR dilapangan diakhir September mendapatkan informasi, bahwa petugas Gakkum melakukan operasi pada malam hari. Dan berhasil menjaring 15 unit truck pemuat kayu bantalan atau kayu export dengan berbagai bentuk. Untuk pengaman barang bukti diamankan di kilometer 16 Sorong. Dalam operasi kali ini, Gakkum Papua Barat tidak melibatkan unsur pihak keamanan lainnya, dan tidak ada kordinasi dengan dinas terkait setempat.

Dalam proses penyelidikan dan penyidikan memakan waktu lima hari. Dalam proses ini, penyidik Gakkum melepaskan 10 unit truck beserta muatannya. Sementara proses masih berlanjut untuk lima unit truck beserta muatannya.

Kemudian, dalam proses penyidikan selama kurang lebih tujuh hari, penyidik Gakkum melepaskan truck tersebut, tetapi muatannya ditahan dan diberi police line. Dalam hal ini penyidik menyampaikan bahwa istilah bahasa hukumnya “pinjam pakai”. Artinya, pemilik truck diduga memberikan uang jaminan Rp 10 juta kepada penyidik Gakkum sebagai jaminannya. Tetapi setelah ditanya batas waktu yang diberikan, penyidik Gakkum enggan menjawabnya.

Dalam kontek ini, informasi yang berhasil dihimpun wartawan HR dilapangan, bahwa 15 truck itu, semuanya tidak memiliki dokumen legal untuk ditunjukkan. Namun kenyataannya, 10 truck bisa bebas, dan disinyalir atau diduga diatur damai setelah dalam waktu lima hari tersebut, terlebih dulu mengurus dokumen yang dibutuhkan.

Dalam istilah “86” ini, petugas Gakkum diduga menerima uang sebesar Rp 10 juta per satu unit truck. Informasi ini didapat awak media dilapangan dan narasumbernya tidak mau ditulis identitasnya. Kalau hal seperti ini masih berlaku di Indonesia, bagaimana bisa mendapatkan penegakan hukum yang adil?

Sementara untuk operasi yang dilakukan diawal September kemarin, petugas Gakkum melibatkan unsur aparat lain. Tetapi tidak kordinasi dengan Dinas terkait di Kab Sorong. Pelaksanaan teknis yang dilakukan petugas Gakkum dilapangan dengan membawa 15 unit truck ke lokasi atau kelapangan pengolahan kayu export atau bantalan yang berada di daerah Modus Distrik Sayosa Timur.

Informasi yang diperoleh awak media dilapangan, begitu petugas Gakkum sampai di lokasi, langsung memuat kayu yang ada di pinggir jalan. Hasil kayu sitaan Gakkum dalam operasi ini diamankan di SP unit satu Aimas, tepatnya di lokasi kios kayu Kab Sorong.

Informasi ini dikroscek wartawan HR dengan penyidik Gakkum, namun penyidik Gakkum lagi-lagi menyampaikan, bahwa hasil penyidikan sudah ada di pimpinan Gakkum Papua Barat.
“Kami sebagi anak buah tidak berhak memberikan informasi ke media,” kata peyidik Gakkum tersebut.

Awak media mencoba menghubungi pimpinan Gakkum Papua Barat melalui telepon seluler, tetapi telepon seluler pimpinan tersebut tidak aktif.

Dalam kehadiran Gakkum yang dibentuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tahun 2015 silam, kerap timbul pro kontra di masyarakat. Adapun alasan masyarakat menyatakan seperti itu, karena kinerja Gakkum selama ini tidak transparan. Cenderung tebang pilih. Jadi masyarakat berharap kepada Dirjen Gakkum LHK untuk mengevaluasi kinerja Gakkum di wilayah Papua Barat khususnya wilayah Sorong Raya. nb

Tinggalkan Balasan